0
Teori Humanistik (Makalah)
Posted by Unknown
on
05.14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses perubahan pada diri individu yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Perubahan sebagai
hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuanya, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapanya, kemampuannya,
daya reaksinya dan daya penerimaanya.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan
belajar, secara umum teori belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau
aliran meliputi: (1) Teori Belajar Behavioristik, (2) Teori Belajar Kognitif,
(3) Teori Belajar Sosial, dan (4) Teori Belajar Humanistik.
Dari keempat teori yang telah disebutkan di atas, di dalam makalah ini akan
dibahas salah satu dari teori-teori tersebut yaitu teori humanistik. Teori ini
mempelajari perilaku belajar peserta didik dan mengembangkan potensi yang ada di
dalam dirinya.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pemahaman tentang pengertian,
tokoh-tokoh, prinsip, implikasi, dan aplikasi dari teori humanistik ini, akan
dibahas lebih lanjut di bab selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dari teori belajar humanistik?
2.
Siapakah
tokoh-tokoh dari teori belajar humanistik?
3.
Apa sajakah
prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
4.
Bagaimana
implikasi dari teori belajar humanistik?
5.
Seperti apa
aplikasi dari teori belajar humanistik?
6. Apa
sajakah kelebihan dan kekurangan teori Humanistik ?
1.3 Tujuan
1.
Mahasiswa mampu
memahami apa yang dimaksud dengan teori belajar humanistik.
2.
Mengenal
tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3.
Mampu memahami
apa saja prinsip di dalam teori belajar humanistik.
4.
Memahami
pengimplikasian dari teori belajar humanistik dalam proses belajar.
5.
Mengetahui cara
penerapan atau pengaplikasian teori belajar humanistik.
6. Mengetahui
kelebihan dan kekurangan teori humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Teori Belajar Humanistik
Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara
pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi
dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan
kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang
paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita
amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk
“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat
tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi
yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada
proses belajar, ialah :
1. Proses
pemerolehan informasi baru,
2. Personalia
informasi ini pada individu.
Teori
humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian ilmu
filsafat, kepribadian dan psikoterapi daripada bidang kajian-kajian psikologi
dalam belajar. Teori ini sangat mementingkan obyek yang dipelajari dari pada
proses belajar tersebut.
Teori humanistik ini lebih banyak membahas tentang konsep-konsep pendidikan
untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, dan mengenai proses belajar dalam
bentuk yang terbaik. Atau bisa dikatakan bahwa teori ini lebih tertarik pada pengertian
belajar dalam bentuknya yang paling sempurna dari pada pemahaman mengenai
proses belajar seperti yang selama ini telah dikaji berdasarkan teori-teori
belajar.
Di dalam pelaksanaannya, teori ini terlihat juga dalam pendekatan belajar
yang dikemukakan oleh Ausubel. Dia berpandangan bahwa belajar bermakna atau
yang juga tergolong dalam aliran kognitif yang mengatakan bahwa belajar adalah
asimilasi penuh makna. Materi pelajaran diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki.
Motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam proses belajar,
karena tanpa motivasi dan keinginan dari pihak pelajar, tidak akan terjadi
asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada.
2.2 Tokoh-Tokoh
Teori Belajar Humanistik
Tokoh
penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
a.
Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka
mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau
arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai
arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau
tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah
bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa
sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk
itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada
materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana
membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari
materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya
dengan kehidupannya.
Combs
memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada
satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri
dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia.
Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal
yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan.
b.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan
sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih
maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke
arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri.
Maslow membagi
kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila
seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis,
barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah
kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan
oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan
bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c.
Carl Rogers
Carl Rogers
lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni
bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia
mempelajari psikologi klinis di Universitas
Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk
mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor
diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1.
Kognitif
(kebermaknaan)
2.
Experiential (
pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik
ke dalam pengetahuan terpakai seperti
memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup :
keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi
oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada
siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam
proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.
Menjadi manusia
berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.
Siswa akan
mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
3.
Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat
modern berarti belajar tentang proses.
d.
Kolb
Menurut Kolb dikutip dari UNI, 2008:15
(Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 159-160) membagi tahapan belajar
menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap
pengalaman konkret
Pada tahap paling dini dalam proses belajarm
seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mampu
memiliki kesadaraan tentang hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti
bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu.
b. Pengalaman
aktif dan reflektif
Pada tahap kedua, siswa mulai mampu mengadakan
observasi terhadap suatu kejadian dan mulai berusaha memikirkan dan
memahaminya.
c. Konsepualisasi
Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat
abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Siswa diharapkan
mampu membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian
yang meskipun tampak berbeda-beda mempunyai aturan yang sama.
d. Eksperimentasi
aktif
Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasi
suatu aturan umum ke situasi yang baru. Misalnya, dalam matematika, asal-usul
sebuah rumus. Akan tetapi, ia juga mampu memaknai rumus tersebut untuk
memecahkan masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Menurut kolb,
sistem belajar semacam ini terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung
tanpa disadari siswa.
e.
Honey Dan Mumford
Berdasarkan teori kolb, Honey dan Mmford dikutip dari UNI, 2008: 16
(Thobroni, Muhammad dan Alif Mustofa, 2011: 160-161) membuat penggolongan siswa
menjadi empat macam, yaitu tipe siswa aktivis, reflektot, teoretis dan
pragmatis.
a. Tipe siswa aktivis bercirikan mereka yang suka melibatkan
diri pada pengalaman-pengalaman baru. Mereka cendrung berpikiran terbuka dan
mudah diajak berdialog. Namun, siswa semacam ini biasanya kurang skeptik
terhadap sesuatu. Kadang, identik dengan sifat mudah percaya. Dalam proses
belajar, mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan
hal-hal barum seperti brainstrorming atau problem solving. Akan tetapi, mereka
akan cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lam dalam
implementasi.
b. Tipe siswa reflektor adalah sebaliknya. Mereka cendrung
sangat berhati-hati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusa, siswa
tipe ini cenderung konservatif, yaiutu mereka lebih suka menimbang-nimbang
secara cermat, baik buruk suatu keputusan.
c. Tipe siswa teoretis biasanya sangat kritis, senang
menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya sangat
subjektif. Bagi mereka, berpikir secara rasional adalah sesuatu yang penting.
Mereka juga biasanya sangat skeptik dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat
spekulatif.
d. Tipe siswa pragmatis biasanya menaruh perhatian besar
pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Siswa tipe ini suka berlarut-berlarut
dalam membahas aspek teoretis filosofis tertentu.
f.
Hebermas
Ahli psikologis lainnya adalah hebermas yang dalam pandangannya bahwa
belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan
sesama manusia. Dengan asumsi ini, hebermas mengelompokkan tipe belajar menjadi
tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
a.
Belajar teknis (Technical Learning)
Dalam belajar teknis, siswa belajar
bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan
mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk itu.
b.
Belajar praktis (practical learning)
Dalam belajar praktis, siswa juga
belajar juga belajar interaksi. Akan tetapi, pada tahap ini lebih dipentingkan
adalah interaksi antara dirinya dan orang-orang di sekelilingnya.
c.
Belajar emansipatoris (emancipatoris
learning)
Dalam tahap ini, siswa berusaha
mencapai pemahaman, kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural
dari suatu lingkungan.
2.3
Prinsip-Prinsip Teori Belajar Humanistik
Dalam buku Freedom
To Learn karya Carl Rogers (Soemanto, 2006:139-140), ia menunjukkan
sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a) Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b) Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran
dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c) Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi
mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d) Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah
dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin
kecil.
e) Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman
dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses
belajar.
f) Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan
melakukannya.
g) Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam
proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h) Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa
seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
i) Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan,
kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas
diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara
kedua yang penting.
j) Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia
modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus
menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.
2.4 Implikasi
Teori Belajar Humanistik
1.
Guru sebagai
fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas
guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah sebagai cara untuk memberi
kemudahan belajar dan berkualitas fasilitator.
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada
penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan
memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
c) Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
d) Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa
untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu
sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi
individual ataupun bagi kelompok.
g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap,
fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya
sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam
kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan
atau ditolak oleh siswa.
i) Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator,
pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
2.
Guru
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya sebagai kekuatan pendorong yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
3.
Guru mencoba
mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah
dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
4.
Guru
menempatkan dirinya sebgai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok
5.
Guru mengambil
prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasannya dan juga pikirannya dengan
tidak menuntut dan juga tidak memaksanakan tetapi sebagi andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
Salah satu
model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati,
penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1.
Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan
berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai
siswa
5. Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa)
7. Tersenyum pada
siswa
Dari penelitian
itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan
angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik
termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi
tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada
peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat
berpikir yang lebih tinggi.
2.5 Aplikasi
Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta
didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan
pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang
memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik
memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan
meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk
belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari
perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik
untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik. (Mulyati, 2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan.
Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori
Humanistik.
A. Kelebihan Teori
Humanistik
1.
selalu
mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-dialogis dan
humanis.
2.
Suasana
pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan
mengungkapkan gagasan.
3.
keterlibatan
peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah
kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya
mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
B. Kekurangan
Teori Humanistik :
1.
Teori
humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
2.
Banyak konsep
dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil
mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
3.
Psikologi
humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1.
Teori belajar
humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
2.
Tokoh-tokoh
dari teori humanistik ini antara lain : Arthur Combs, Maslow, Carl Rogers,
Kolb, Honey dan Mumford, dan Hebermas.
3.
Salah satu
prinsip teori belajar humanistik adalah bahwa manusia itu mempunyai kemampuan
belajar secara alami. Artinya, seseorang secara alamiah memiliki rasa ingin
tahu dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi terhadap dunianya.
4.
Implikasi dari
teori belajar humanistik salah satunya guru sebagai fasilitator. Guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan
angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik, dan
sebagainya.
5.
Penerapan atau
aplikasi teori belajar humanistik ini tercermin dari peserta didik yang berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri, sedangkan guru sebagai fasilitator (pendamping)
dan motivator.
3.2 Saran
Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu memanfaatkannya
sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dan tak lupa kritik,
masukan, saran, dalam bentuk apapun sangat kami hargai agar kedepannya
penulisan makalah kami menjadi lebih baik.
Posting Komentar